Wednesday, June 10, 2009

Birahi Istri Part 1

ADEGAN AWAL

Video film yang tadi diputar telah lama berakhir. Adegan-adegan seksual yang membakar gairah kini telah tidak lagi tertayangkan. Walaupun mungkin masih membara dalam pikiran mereka yang tadi menontonnya. Diana yang rupanya sudah terbiasa menonton film-film semacam itu sudah mulai mengantuk.

Dengan hanya mengenakan sehelai daster ia menelungkupkan dirinya di pembaringan. Ia tidak merasa sungkan atau risih dengan keberadaan Gunadi, seorang pemuda remaja yang biasa mengawaninya. Terutama dalam melalui malam-malam panjang yang menjemukan, ketika kesepian dan kebosanan melanda hatinya. Tanpa adanya pilihan lain Gunadi, pemuda perantau dari Cilacap, menjadi pendamping yang tak pernah menuntut. Ia setia menemani Diana menonton TV, bahkan juga sekali-sekali 'video porno,' dan setelah itu menungguinya hingga tertidur.

Tapi berbeda dengan Diana, pengaruh 'video' ~ yang barusan mereka tonton ~ pada Gunadi membawa dampak lain. Entah kenapa malam ini terasa sangat berbeda dibanding pada malam-malam lainnya. Seharusnya ia langsung beristirahat, di kasur 'portable'-nya, tetapi suatu perasaan yang aneh terasa mendorong dari dalam dirinya.

Menyaksikan Diana yang mulai tertidur, dan betisnya yang bebas tersingkap, Gunadi menelan air liurnya. Maka berbeda dari biasanya, tanpa diminta atau disuruh, Gunadi mengulurkan kedua tangannya dan mulai memijat betis Diana. Wanita muda yang belum mencapai usia 30 tahun itu membiarkannya saja. Bukankah Gunadi memang biasa melakukan hal ini?

Ternyata pada malam ini ada sesuatu yang tidak biasa. Dengan nafas yang sedikit terengah, dan keadaan mulai menegang di dalam celananya, Gunadi memijat dan mengusap-usap betis Diana. Tanpa disadari desah nafas Gunadi akhirnya mulai mempengaruhi Diana. Ia seperti hanyut dalam gelombang perasaan yang mencekam, akan tetapi juga menyenangkan. Pada waktu itu ia menjadi sadar bahwa dirinya terpesona oleh Gunadi.

Barang-kali karena gairah muda yang mulai tak terkendali, tangan Gunadi bergerak naik ke wilayah paha Diana. Nada erangan dan keluhan panjang Diana ~ karena kegelian yang datang mendadak ~ membuat Gunadi menjadi semakin terangsang. Dengan sedikit 'nekad' iapun meneruskan apa yang telah dimulainya tadi. Terasa olehnya tubuh Diana agak bergetar. Mungkin karena menahan birahi yang juga mulai timbul dalam dirinya.

Dengan suara lirih Diana meminta Gunadi untuk juga memijati 'bokong'nya, dengan alasan tadi terlalu lama duduk di rumah kawannya. Tanpa menunggu diulangnya perintah segera Gunadi melakukan apa yang diminta Diana. Ia memijati dan mengusapi gunungan pantat Diana, sambil terus merasakan betapa 'barang kepunyaan'-nya menjadi semakin keras. Tidak berapa lama kemudian Diana mengubah posisi tidurnya dengan sedikit menggeser salah satu betisnya naik. Akibatnya celah pahanya menjadi terbuka, walaupun masih tertutup daster. Merasa mendapat angin Gunadi sedikit demi sedikit mulai menguakkan daster Diana, sehingga akhirnya terlihat samar-samar celana dalamnya. Karena keberanian yang semakin bertambah, dengan sedikit menahan nafas Gunadi mengarahkan tangannya masuk ke balik daster Diana. Lalu ia mulai mengusap-usap 'celah kewanitaan' yang telah dibuka untuknya. Terasa olehnya celana dalam Diana di bagian 'celah' itu agak lembab, hingga semakin memacu gairah kelaki-lakiannya. Secara alami ia seakan tahu apa harus dilakukan selanjutnya, karena dengan perlahan-lahan mulai diselipkannya ujung-ujung jarinya untuk mengusap-usap sumber kelembaban yang telah dirasanya tadi .

Pada titik ini Diana tidak dapat menahan dirinya lagi. Ia membalikkan tubuhnya hingga terlentang, sehingga membuatnya berhadapan langsung dengan Gunadi. Karena tidak menyangka Gunadi sampai tersipu-sipu malu dibuatnya. Tapi kata-kata Diana selanjutnya memulihkan rasa percaya dirinya. "Dari depan dong biar lebih enak lagi," demikian Diana berkata sambil sedikit menurunkan bagian atas celana dalam yang menjempit pinggulnya. Gunadi merasa semakin yakin bahwa Diana sudah kena pesona dirinya. Dengan lebih bersemangat Gunadi menarik turun celana dalam itu lebih kebawah lagi dan langsung mengusapi kemaluan Diana dengan ujung-ujung jarinya. "Enak ya Bu?" ... "Hmm, enak sekali, "... kata Diana dengan mata terpejam.
Dalam hening Diana berdiam diri, sambil menikmati usapan jari-jari Gunadi pada 'bibir kemaluan'-nya. Merasa sudah kepalang nekad ditariknya tangan kanan Gunadi dan ditauntunnya ke arah buah dada kirinya. Lalu diturunkannya daster bagian atas yang memang agak longgar itu. Dengan bebas tangan kanan Gunadi memainkan puting dan meremas-remas payudara Diana. Sementara tangan kirinya mengusap-usap 'bibir kemaluan' wanita itu.

Bayangan-bayangan nakal yang menggairahkan semakin merangsang Diana. Akhirnya karena tidak tahan lagi dihilangkannya sisa-sisa rasa malu atau gengsi yang masih ada dalam hatinya, lalu diutarakannya keinginan hatinya kepada Gunadi. "Punya kamu keras nggak?" ... "Iya, udah dari tadi" ... "Boleh lihat nggak?" Kali ini Gunadi merasa gugup dan bingung sehingga tidak dapat menjawab pertanyaan Diana. Ada perasaan senang dan penasaran ingin tahu, tapi juga takut dan kuatir. "Siniin dong," … sekali lagi Diana memintanya mendekat.

Akhirnya Gunadi mendekatkan dirinya yang sedang berlutut di tepi pembaringan, sehingga kedua tangan Diana dapat menjangkau apa yang dicarinya. Dilepasnya kait ikat pinggang Gunadi, dibukanya 'rutslijting' celananya, dan diturunkannya celana itu. Nafas Diana agak tersengal-sengal melihat bagian celana Gunadi yang menggembung. "Buka ya," demikian katanya sambil melorot celana dalam Gunadi kebawah. "Ya ampun punya kamu besar amat," … Diana berkata dengan nada kagum, hingga membuat Gunadi senang. Diana menyukai apa yang dilihatnya malam itu, karena menurutnya 'barang kepunyaan' Gunadi besar, panjang dan keras, dengan ujung kepalanya yang juga besar dan tampak menantang. Di luar perkiraannya panjangnya mencapai sekitar 15 sampai 16 cm, mungkin lebih. Apalagi diameternya lumayan gemuk/ Diana merasa kagum pada 'tonggak kejantanan' Gunadi yang sebentar lagi akan menjadi 'kekasih' dan 'pejantan'-nya itu.
Semakin lama ia memainkan kepunyaan Gunadi, semakin terhanyut pula Diana oleh rasa birahinya. Masih sekali lagi Gunadi dibuat gugup oleh kata-kata Diana yang bernada meminta, … "Boleh aku cium nggak?" Karena sedikit terkejut dan malu Gunadi tidak menanggapinya. Barangkali karena merasa tidak ada tanda-tanda penolakan dari laki-laki muda itu mulailah Diana mengecup dan menciumi 'kejantanan' Gunadi. Dengan penuh gairah dilintasinya 'kepunyaan' Gunadi itu dari ujung kepalanya hingga sepanjang batangnya.

Rasa percaya diri Gunadi sudah semakin melambung tinggi. Mungkin ada perasaan senang dan juga bangga di hatinya karena keinginan hati yang tercapai, di samping juga karena rasa geli dan nikmat di sekitar selangkangannya. Apa lagi kemudian Diana bertanya … "Pernah dijilatin nggak?" Dengan nada 'grogi' Gunadi menjawab … "Belum." … "Aku jilatin ya?" Sekali lagi Diana bertanya. "Boleh," … demikian jawaban singkat Gunadi. Sekali lagi Gunadi dilanda rasa kenikmatan ketika lidah basah Diana mulai menyapu'batang,' 'kepala,' dan kemudian 'biji kemaluan'-nya.

Diana merasa begitu besar keinginannya, sehingga tidak boleh ada yang menghalangi kemauannya. Menyaksikan apa yang dilakukan Diana dalam pikirannya Gunadi menyimpulkan … "Perempuan kalau udah di tangan laki-laki disuruh apa juga mau." Sementara sedang menumpahkan rasa birahinya pada 'kemaluan' Gunadi tiba-tiba Diana merasakan getaran kenikmatan pada 'gerbang kewanitaan' dirinya yang diusapi jari-jari Gunadi. Ia menjerit kecil dan kemudian mengerang dan merintih panjang. Aliran rasa yang berlangsung cukup lama itu lalu diikutinya sambil menjepit gemas 'batang kemaluan' Gunadi dengan bibirnya. Sekilas terlintas di pikirannya, … "Gila, sama tangannya aja aku puas banget, apalagi sama itunya ya."

Dengan usainya puncak kenikmatan yang baru dirasakannya perhatian Diana kembali terarah kepada Gunadi. Apalagi karena laki-laki itu meminta lagi dengan berkata, "Jilatinnya lagi dong." Tentunya Diana juga ingin untuk meneruskan 'pelayanan oral'-nya, tapi masih sempat ia bertanya, ... "Mau sampai keluar ya? Laki-laki muda itu menjawab dengan menganggukkan kepalanya.Tatapan matanya terlihat penuh harap. Tidak ada lagi nampaknya rasa gugup maupun rendah diri yang tersirat di wajahnya. Maka dengan lincahnya Diana mulai menjilati 'kemaluan' Gunadi, sambil sesekali menggigitnya lembut dengan giginya dan menjepit-jepitnya dengan bibirnya. Gunadi sangat menikmati gairah Diana itu, walaupun entah kenapa pada malam itu Diana tidak sampai mengemut-emuti kepunyaan Gunadi. Paling-paling hanya sebatas mengulum 'ujung kepala-nya saja. Tapi untuk Gunadi pengalaman pertamanya itu sudah dirasanya sangat mengesankan.

Dengan tanpa ragu Diana terus menjilati dan menggigit-gigit 'tonggak kelelakian' Gunadi. Cairan bening dan kental dirasa Gunadi mulai keluar. Dengan heran dilihatnya Diana tidak merasa jijik ataupun segan. Memang pada waktu Gunadi memberinya 'warning' sudah akan klimaks Diana serta merta men'dangak'kan wajahnya ke atas, sehingga 'cairan kental' yang 'muncrat' dari 'batang keras' Gunadi hanya menumpahi leher bagian bawah dan dadanya. Beberapa saat setelah desis kenikmatan Gunadi berakhir, 'alat kejantanan' -nya ternyata masih tetap keras. Diana membersihkan 'barang kepunyaan Gunadi' itu dengan bagian kering dasternya dan kemudian menciuminya, bahkan mengusap-usapkannya pada pipinya.

ADEGAN JALANG

Beberapa hari kemudian Gunadi sudah merasa ingin mengulangi lagi kenikmatan, seperti yang didapatnya beberapa waktu yang lalu. Tetapi nampaknya belum ada kesempatan yang muncul. Sebetulnya hatinya agak kecewa karena tidak terlihat tanda-tanda Diana akan mengajaknya ber-'canda birahi' lagi. Setiap saat Gunadi merasa ada peluang, selalu saja muncul gangguan-gangguan yang menghambat. Kalau bukan datangnya tamu, seringkali keluarga yang berkunjung membuat Diana seolah-olah kurang memperhatikannya. Mungkin untuk seorang pemuda, yang baru pertama-kali menerima 'layanan cinta' wanita, akan sulit baginya untuk menahan gelora rasa yang sering bergejolak dengan tiba-tiba.
Pada suatu pagi, menjelang tengah hari, ketika keinginan Gunadi sudah semakin membara, tiba-tiba Neti mengatakan bahwa ia diminta Diana untuk membersihkan kamar mandi di atas. Sadar bahwa Diana juga masih berada di atas dengan bergegas Gunadi memenuhi panggilan itu. Barangkali ia sudah merasa bahwa ada hal menyenangkan yang akan terjadi sebentar lagi.

Bergegas Gunadi memasuki kamar mandi dengan hati penuh harap. Dilihatnya Diana berdiri di depan cermin dengan hanya mengenakan kimono tipis. Harum tubuhnya tercium karena baru saja selesai mandi. Senyumnyapun merekah melihat laki-laki yang datang memenuhi panggilannya. Sedikit merasa tidak pasti Gunadi masih sempat bertanya, "Ada apa Bu? Katanya saya dipanggil." Sambil menggapaikan tangannya Diana menjawab, … "Iya, tolong gosokin punggung aku dong pakai body lotion." Segera Gunadi berdiri di belakangnya, menuang 'body lotion' dari botolnya, dan mengusapkannya ke pundak Diana. Dilakukannya itu semua dengan perlahan dan penuh perasaan, hingga mulai terdengar olehnya nafas wanita itu menjadi semakin cepat. "Ah, usapan kamu enak sekali, tapi masak cuma yang di atas." Mengerti apa yang dimaksud segera Gunadi mengarahkan tangan kirinya ke bawah dan mulai mengusap-usap pantat Diana. Tidak lama kemudian dilingkarinya pinggul Diana dengan tangan kirinya dan mulai dirabanya 'celah berambut' wanita itu. Ini membuat Diana merintih dan mulai membisikkan kerinduannya.

Gunadi kemudian meminta Diana berbalik, katanya … "Dari depan aja Bu, lebih gampang." Sambil melanjutkan usapannya pada 'celah paha' Diana, dengan tangan satunya Gunadi menguak kimono Diana. Lalu dimainkannya puting susu Diana, bahkan karena gemas sesekali juga diremasnya buah dada Diana dengan lembut. Sempat tangan Diana meraih pundak Gunadi dan menariknya, supaya pemuda itu mengemut puting susunya itu. Setelah itu tangannya meraba kearah kemaluan Gunadi. "Ih udah keras," … kata Diana. Lalu Diana bertanya, … "Yang aku lakukan ke kamu waktu itu suka nggak." ... "Suka dong," … demikian Gunadi menjawab singkat. "Tadinys kaget ya?" ... "Iya sih" ... "Kenapa?" ... "Ya nggak ngira bakal diciumin, abis itu dijilatin lagi" ... "Tapi senang kan?" ... "Ya senang dong. Ibu gimana?" ... "Ya juga senang dong" ... "Kenapa senang?" ... "Abis punya kamu besar, keras lagi." Lalu kata Diana lagi, … "Kalau lagi berdua begini jangan panggil ibu dong." ... "Jadi panggilnya apa?" … tanya Gunadi. "Apa aja, nama juga boleh!

Sementara pembicaraan berlangsung tangan Diana meremas 'tonjolan keras' pada celana Gunadi, lalu langsung diremas-remasnya. "Aku mau lihat lagi dong," … terdengar suara Daissy bernada manja. Rupanya Gunadi ingin menggodanya, karena ia berkata … "Masak sekarang, kan udah siang, nanti ketahuan orang lho." Tapi kelihatannya sebetulnya ia juga menginginkan kelanjutannya, karena ketika Diana berlutut di depannya Gunadi tidak berusaha menghindar daripadanya. Malah Gunadi merasa bangga melihat majikannya tidak segan-segan berlutut di depannya. Wanita yang sedang 'kasmaran' itu mengencangkan tali kimononya, sebelum mencari 'ruitslijting' celana Gunadi. "Celananya dilepas semua ya, biar nggak kena air, ' … Diana terdengar meminta, walaupun sebetulnya mereka berdiri di bagian kamar mandi yang kering. "Sekalian deh kaosnya biar bebas," Gunadi memenuhi permintaan itu dan mulai menikmati rasa geli karena usapan jari-jari Diana pada 'gelembung menonjol' di celana dalamnya. Sadar bahwa tidak lama lagi ia akan telanjang sepenuhnya Gunadi meminta hal yang sama pula dari Diana. "Yang ini dilepas juga ya" ... Diana mencoba berkilah, "Kalau aku nggak usah deh "... "Kenapa emangnya?" ... "Malu kan" ... "Kok pake malu-malu. 'Kan juga mau lihat." Karena dipaksa-paksa akhirnya Diana memenuhi keinginan Gunadi dan dibiarkannya pemuda tersebut melepas kimono-nya. Sesaat Diana tersipu-sipu malu, bahkan mencoba menutupi ketelanjangannya dengan kedua lengannya. Lalu ia menengadah dan bertanya penuh harap kepada Gunadi, … "Suka nggak?" Jawaban Gunadi cukup singkat dan langsung pada sasarannya … "Suka dong, soalnya montok, putih."

Dengan lebih leluasa Diana melorot celana dalam Gunadi dan berdecak menyuarakan kekagumannya melihat 'kejantanan' Gunadi yang mencuat keras hampir mengenai pipinya. "Seneng ya?" Tanya Gunadi. "Seneng dong" … "Kenapa?" … "Abis punya kamu besar, keras lagi." Lalu diusapi dan diremasnya 'batang kemaluan' yang sudah menegang keras itu. Sesekali diciuminya serta diusap-usapkannya ke pipi dan lehernya. Semakin lama Diana melakukannya semakin tidak sabar pula Gunadi menunggu kelanjutannya. "Ayo dong!" … pintanya. "Hm hm, mau yang seperti waktu itu ya?" ... "Iya, masak cuma dilihatin aja" ... "Iya deh, mau pakai tangan apa pakai mulut?" ... "Pakai mulut deh, lebih enak." Kelihatannya pada tahap ini Gunadi sudah semakin berani berterus terang.
Karena sudah tidak sabar nafas Gunadi mulai tersengal-sengal, sesekali didorong-dorongnya 'kemaluan'-nya itu ke arah mulut Diana. Tidak ingin membuat perasaan Gunadi tersiksa lebih lama lagi, dan dipenuhi oleh birahi yang serupa, Dianapun memulai 'layanan'-nya. Setelah puas menciuminya, mulai dijilatinya 'tonggak kelelakian' Gunadi dengan penuh gairah. Seluruh 'batang'-nya ia sapu dengan lidahnya, begitu pula dengan 'kantong biji kembar'-nya, hingga akhirnya juga 'ujung bulat kepala'-nya. Setelah basah tersapu jilatan lidahnya dimasukkannya 'ujung kepala' yang keras berisi itu ke dalam mulutnya. Dikulum-kulumnya dengan lembut dan dimainkannya dengan lidahnya. Gunadi merasa kegelian yang membawa nikmat dan tanpa sadar didorongnya seluruh 'tonggak kelelakian'-nya kedalam mulut Diana. Karenatidak siap hampir saja Diana terselak, tapi dengan cepat disesuaikannya posisi mulutnya dan diemut-emutnya 'pusaka andalan' Gunadi itu dengan bernafsu. Sesekali emutannya itu ia lakukan dengan gerakan turun naik di sepanjang 'batang kemaluan' Gunadi, hingga membuat pemuda itu mendesis dan memejamkan matanya.

Setelah lebih mampu menguasai gelinya rasa di selangkangannya, Gunadi mulai memperhatikan bagaimana Diana melakukan pelayanan yang memberinya kenikmatan itu. Merasa ditonton Diana menengadah keatas, hingga matanya beradu pandang dengan mata Gunadi. Seketika itu pula Daissy menghentikan apa yang sedang sibuk dilakukannya itu. "Kok dilihatin sih? Malu kan seperti jadi tontonan" ... Diana tersipu-sipu. "Iya, soalnya senang, 'kan belum pernah diemutin seperti begini." Lalu sambung Gunadi lagi, "Kalau ada yang lihat gimana ya?" ... "Maksudnya?" ... "Ya kok malah majikannya yang di bawah" ... Diana tersenyum, " Kan laki-laki yang jadi tuannya" ... "Kalau perempuan?" Tanya Gunadi lagi, "Ya perempuan yang melayani tuannya" ... Dengan rasa senang Gunadi bertanya memancing, "Kalau kamu sendiri gimana?" ... "Terserah mau tuannya apa, ya aku turutin."

Sesaat pembicaraan itu berlangsung dan membuat Gunadi semakin merasa senang. Rasa percaya dirinya juga semakin besar. Di kemudian istilah tersebut menjadi kode mereka. Sewaktu-waktu sedang menginginkan 'layanan' Diana, untuk memuaskan hasrat kelaki-lakiannya, ia akan berkata meminta … "Sini dong, lagi kepingin jadi tuan nih." Biasanya Diana kemudian akan memenuhi permintaan 'tuan muda'nya itu dengan senang hati.

Demikian pula yang terjadi pada pagi hari itu, Diana benar-benar mengikat hati Gunadi dengan 'layanan'-nya. Kasihan melihat Gunadi cukup lama berdiri, Diana memintanya duduk di atas toilet. Sebelum melanjutkan Diana meminta Gunadi untuk mengelus-elus kepalanya. Pada mulanya Gunadi merasa canggung atau rikuh, tetapi lama-kelamaan ia malah menikmatinya. Karena dengan tangannya ia bisa mengarahkan gerakan mulut Diana pada 'alat kejantanan'nya. Sementara itu Diana mulai mengusapi 'bibir kemaluan'-nya yang sudah basah dan hampir mencapai puncak kenikmatannya, karena sebelumnya telah ditangani oleh jari-jemari Gunadi.

Ketika mendengar desah nafas Gunadi yang semakin kencang, Diana kuatir kalau-kalau pemuda itu hampir mencapai titik klimaks kepuasannya. Iapun memintanya, "Kalau mau keluar bilang-bilang ya" ... Gunadi bertanya tidak mengert, "Memangnya kenapa?" ... "Kalau sampai keluar di mulut takut belum biasa" ... Gunadi berkata maksud menguji, "Yang di film dikeluarinnya di mulut" ... "Iya sih" ... Merasa penasaran Gunadi bertanya langsung, " Berani nggak keluarin di mulut" ... "Ehm … lihat gimana nanti ya."

Sementara pembicaraan tersebut berlangsung Diana terus menciumi 'batang kemaluan' Gunadi yang sudah menegang sangat keras itu. Karena merasa belum mendapat jawaban yang pasti sekali Gunadi menegaskan keinginannya, "Enak juga ya kalau dikeluarin di mulut." Daissy tidak menanggapinya lebih lanjut kecuali memperhebat 'layanan cinta'-nya, sambil terus mengusapi 'bibir kemaluan'-nya dengan jari-jarinya sendiri.

Tidak lama kemudian Diana mulai mencapai puncak kenikmatan rasa 'orgasme'-nya. Untuk beberapa saat erangan suaranya terdengar panjang seolah-olah tanpa kendali. Didekapnya 'batang kemaluan' Gunadi hingga terbenam pada lekuk samping lehernya, matanya terpejam, dan tubuhnya mengejang bergetar panjang dan lama. Diana betul-betul menikmati pengalaman ber'orgasme,' sambil menciumi 'alat kejantanan' Gunadi.

Setelah perasaannya mereda iapun kembali meneruskan tugasnya. Dicumbunya 'batang kemaluan' Gunadi dengan gairah nafsu bercampur sayang. Ia mulai menciumi, menjilati dan mengemut-emut 'barang kepunyaan' Gunadi itu dengan keras dan berulang-ulang, sehingga tubuh Gunadi mulai kejang-kejang bergetar. Merasa tidak mampu untuk bertahan lebih lama lagi Gunadi segera memberi peringatan kepada Diana. "Kalau ngemutinnya gitu nanti ketumpahan di muka lho" ... Tanpa diduga ternyata Diana tidak keberatan, "Nggak apa-apa, aku juga suka kok" ... "Boleh?" ... "Boleh."

Maka pada waktu Gunadi merasa 'batang kemaluannya' sedang dikulum, dengan emutan yang keras dan panjang, tiba-tiba dikendurkannya otot-otot kendali pertahanan 'senjata'-nya itu. Semburan pertama memenuhi rongga mulut Diana, hingga hampir membuatnya terselak. Dengan sengaja Diana menelan semburan 'air mani' Gunadi, dan membiarkan sebagian keluar dari celah bibirnya. Lalu ketika Gunadi bergegas menarik 'barang kepunyaan'-nya dari mulut Diana, ia tidak menghindar dengan mengalihkan wajahnya. Dibiarkannya Gunadi menumpahi pipinya dengan cairan yang putih mengental.
Terdengar suara serak Gunadi yang mengerang bersamaan dengan suara rintih erangan Diana. Melihat kenikmatan yang sedang dialami Gunadi pada waktu itu menimbulkan pada diri Diana lonjakan-lonjakan kenikmatan dalam 'liang kemaluan'nya sendiri. Helaan nafas panjang terdengar sayup-sayup mengakhiri kenikmatan asmara yang baru saja dialami Gunadi dan Diana. Setelah reda Diana mengucap, "Wah banyak amat, aku sampai basah semua" ... Sambut Gunadi nakal, "Iya ya, ini saya juga basah nih, ... jilatin lagi ..." Diana berkata kagum, "Ih, hebat banget sih, udah keluar masih keras begini." Lalu tanpa ragu Diana memenuhi permintaan Gunadi, bukan hanya dengan menjilati 'batang kemaluan' lelaki muda itu, akan tetapi juga dengan mengemut-emutnya. Ia belum mau berhenti hingga Gunadi memintanya, karena rasa geli yang tak tertahankan. Masih sempat Diana mendaratkan kecupan sayangnya pada 'barang kepunyaan' Gunadi yang berangsur-angsur mulai mengendur itu. Sebelum meninggalkan dirinya pemuda pejantannya itu sempat ama lama menatapnya dengan lembut, lalu mengusap pipinya. Diana merasa sungguh-sungguh telah jatuh cinta, bukan lagi sekedar bermain canda birahi.

ADEGAN SAYANG

Hubungan cinta yang terjalin mesra antara Diana dan Gunadi membuat keduanya semakin berani, terutama untuk saling menyatakan perasaan mereka yang terdalam. Walaupun hingga saat itu belum ada seorangpun yang berhasil memergoki secara langsung, gaul canda sayang di antara mereka berdua seringkali menimbulkan tanda-tanya di antara mereka yang curiga. Apa lagi ketika sedang menonton televisi, ataupun duduk bersantai di ruang tamu, mereka berdua sering berbicara berbisik-bisik. Suara tawa mereka yang tertahan-tahan makin menunjukkan betapa akrabnya Diana dan Gunadi.

Demikianlah di suatu malam yang belum terlalu larut, kedua anak manusia yang sedang kasmaran itu bermesraan di ruang tengah. Mereka duduk bersebelahan di depan meja makan. Tapi mereka bukan sedang bersantap malam, karena tidak ada apapun yang terhidang di atas meja. Mereka sebenarnya sedang mereguk cinta, dan memuaskan rasa dahaga asmara. Setelah puas berangkulan, dan berciuman, keduanya mulai mencari titik-titik birahi pada tubuh mereka. Dalam waktu yang tidak lama Diana telah menggenggam erat 'alat kejantanan' Gunadi di tangannya, sambil menikmati elusan sayang tangan kekasihnya pada 'celah pahanya.' Sebagaimana biasanya dalam waktu yang tidak terlalu lama bibir kemaluan Diana mulai melembab basah. Keduanya merasa sangat bebas, karena kebetulan suami Diana sedang bertugas ke luar kota.
Ketika sedang berasyik-masuk itu tiba-tiba terdengar bunyi telepon berdering nyaring, hingga mengejutkan mereka berdua. Segera Diana mengangkat gagang telepon dan dari jawabannya segera tahu siapa yang telah meneleponnya dari sebuah tempat di luar kota. Agak malas-malasan Diana meladeni pembicara di telepon. Gunadi berdiri untuk pergi menjauh. Raut wajahnya terlihat kesal atau kurang senang. Mungkin karena karena remaja muda belia itu merasa cemburu. Dengan tanggap Diana yang masih duduk di kursi merangkul paha pemuda itu. Wajahnya memelas dengan tatapan penuh penyesalan, seakan-akan memohon belas kasihan kekasih yang perasaanya sedang tersinggung. Sadar akan ketidak-berdayaan wanita itu tertegun pula Gunadi dan menghentikan langkahnya.

Kesempatan ini digunakan Diana dengan sebaik-baiknya. Dikuaknya belahan baju Gunadi yang kancingnya tadi telah terbuka, lalu dikecup-kecupnya perut pemuda itu, sambil ia terus mendengarkan suara dari jauh di gagang teleponnya.
Rasa kesal di hati Gunadi luluh dan dibiarkannya Diana untuk meneruskan curahan sayangnya. Dengan senyum terkulum dilihatnya jari-jari tangan Diana kerepotan mencoba melebarkan celah celananya ~ yang 'rutslijting'nya tadi juga telah dibuka. Begitu terpegang 'barang kepunyaan' Gunadi yang dicarinya, matanyapun mengerling nakal. Diremas-remasnya 'batang kemaluan' Gunadi hingga akhirnya menegang keras, lalu mulai dikecup-kecupnya sambil ia meneruskan pembicaraannya di telepon. Rasa heran di hati Gunadi berganti menjadi rasa senang, bahkan rasa menang, khususnya terhadap lelaki yang ia anggap sebagai saingannya. Selain kegelian oleh kecup-cium yang diterimanya, juga ada rasa geli di hatinya melihat apa yang sedang dilakukan kekasihnya itu. Puas Gunadi membayangkan bagaimana reaksi orang yang sedang berbicara dengan Diana di telepon, kalau saja ia tahu apa yang sedang terjadi. Ada sedikit rasa bangga di hati Gunadi, karena rupanya Diana lebih mengutamakan dirinya daripada laki-laki lainnya itu. Sesekali Gunadi dan Diana saling menatap berpandangan dan tersenyum penuh arti.

Walaupun pembicaraan di telepon pada malam itu sebenarnya cukup singkat, bagi mereka terasa lama sekali. Selama menerima telpon Diana hanya menanggapi dengan sikap setengah hati dan malas-malasan. Ia juga sangat hati-hati berbicara, karena takut menyinggung perasaan Gunadi. Dengan gembira disambutnya akhiri pembicaraan tersebut. Apa lagi ia sudah begitu terangsang, karena terus menciumi 'daging keras' Gunadi. dan merasa panas seperti orang demam.

Gunadi meminta Diana untuk meneruskankan 'layanan oral'-nya. Seakan hamba yang patuh Diana berlutut di depan Gunadi dan melorot celananya turun. Dijilati dan diemutnya 'kemaluan' Gunadi yang memang sudah keras itu. Dengan pasti dan teratur Gunadi mengayunkan pinggulnya maju-mundur, seperti sedang menyetubuhi wajah Diana. Setelah itu Diana meminta Gunadi untuk duduk di meja makan, lalu mendorong pahanya hingga terbuka mengangkang. Tanpa rasa malu ia mulai menggigiti dan menjilati bagian bawah tubuh Gunadi, mulai dari betis hingga ke selangkangan pahanya. Dilakukannya itu semua berulang-kali, baik sebelah kiri maupun sebelah kanannya.

Kalau ada yang melhat apa yang sedang dibuat Diana waktu itu, pasti akan menganggapnya seorang wanita jalang yang binal. Gunadi sendiri terheran-heran, karena tidak pernah terbayang olehnya akan mengalami hal seperti ini. Rasanya seperti mau pingsan di kala menerima pelayanan yang luar biasa nikmatnya itu. Kedua lengan yang menopang tubuhnya hampir tidak kuat, sebab terlanda oleh kenikmatan yang sulit ia gambarkan. Tanpa sadar Gunadi sempat menjerit, sewaktu dirasanya getaran geli yang naik hingga ke ubun-ubun. Sesaat kemudian baru disadarinya apa yang tadi terjadi. Entah disengaja atau tidak, rupanya beberapa kali 'dubur'-nya terjilat lidah Diana.

Gunadi semakin terangsang hebat sewaktu Diana mulai menciumi 'batang kemaluan'-nya, sambil merintih menyebut-nyebut namanya dan memuji 'barang kepunyaan'-nya. Wanita itu terengah-engah berbisik dengan nada penuh birahi, … "Di, besar sekali, keras sekali. Aku suka ... Aku suka punya kamu!" Begitu Diana memasukkan seluruh batang kemaluan Gunadi ke dalam mulutnya dengan keras pemuda itu menekan-nekan kepala Diana, hingga bergerak turun naik secara teratur. Terpaksa Diana sesekali menahan nafas ketika 'ujung kepala kejantanan' Gunadi terdorong masuk terlalu jauh, hingga mencapai dasar tenggorokannya. Ia juga mulai mengusapi 'bibir kemaluan'-nya sendiri dengan jari-jari tangannya. Keadaannya sudah basah terangsang. Tidak lama kemudian seluruh tubuh Diana bergetar hebat di saat tercapainya titik yang paling klimaks. Tapi ia tidak sempat mengerangkan suaranya, karena Gunadi terus menekan dan memegangi kepalanya.

Akhirnya Gunadi sendiri rupanya juga sudah tidak tahan lagi. Terbukti justru dari mulutnyalah sekarang terdengar suara erangan yang agak keras, di kala ia memutuskan untuk melepas kendali kontrol-nya. Diana sampai kewalahan menampung 'cairan kental' yang menyembur kedalam mulutnya, karena ia harus agak lama menahan nafas. Untunglah Gunadi segera menyadari kesulitan yang dideritanya. Didorongnya kepala Diana menjauh hingga 'batang kemaluan'-nya terlepas dari mulut wanita itu. Akibatnya 'air mani' dari 'batang keras'-nya kini tersembur membasahi wajah, rambut, dan leher Diana. Sebagian juga tertumpah ke paha dan perutnya sendiri, bahkan juga keatas meja makan yang telah menjadi medan percintaan kedua sejoli itu.

Bersamaan dengan meredanya gairah nafsu mereka berdua, Gunadi membaringkan tubuhnya di meja makan itu. Walaupun tubuhnya terkulai lemah kejantanannya masih menegan keras berdenyut-denyut. Ditatapnya Diana yang sedang membersihkan wajahnya dengan bajunya sendiri dan dengan matanya ia memberi isyarat. "Sini dong," … dengan suara lirih Gunadi memanggil. Mengerti apa yang dimaksud kekasih mudanya itu Diana mendekati Gunadi. Dipegangnya 'batang kemaluan' Gunadi, lalu dilapnya dengan dasternya. Kemudian tanpa rasa segan dijilat-jilat dan diemutnya 'daging keras' itu. Setelah itu dikecup-kecupnya 'tonggak kejantanan' Gunadi dengan mesra, hingga ketegangannya mengendur.

Setelah membersihkan diri di kamar mandi kemudian Diana membuat masakan indomie untuk mereka berdua.

ADEGAN LANJUT

Pada minggu-minggu berikutnya hubungan Diana dan Gunadi sudah menjadi kegiatan rutin. Kapanpun Gunadi menghendaki Diana akan berusaha memenuhi keinginannya. Pernah sebelum berangkat sekolah Gunadi minta Diana mengemut 'daging keras'-nya sampai keluar, padahal hari sudah sangat siang. Alasan Gunadi kalau Diana tidak melakukannya, nanti akan sulit baginya untuk memusatkan perhatian pada pelajaran di sekolah. Maka terpaksa Diana melayaninya hingga pemuda itu puas, walaupun karena itu ia harus sekali lagi mandi.

Memang hingga saat itu mereka berdua belum melangkah lebih jauh lagi. Keduanya, dan terutama Diana, masih takut untuk memberikan segala-galanya kepada Gunadi. Entah sejak kapan, memang di hati Gunadi mulai timbul keinginan untuk melakukan hubungan seperti suami-istri dengan Diana. Beberapa temannya ~ yang mencurigai adanya hubungan antara dirinya dengan Diana ~ sudah sering mencoba memancing. "Gimana Di udah di-tot-in belum?" Demikian tanya mereka menggoda. Karena jawaban Gunadi tidak pernah terlalu tegas mereka berkesimpulan dia belum berani untuk melakukannya. "Ah payah lo, takut-takut segala, kayak banci aja," … begitulah mereka memanas-manasinya. Lebih daripada itu setelah hubungannya dengan Diana berlangsung beberapa bulan memang timbul pula rasa ingin memiliki di hati Gunadi.
Memang pengaruh agama, dan pertimbangan tentang akibat-akibat yang bisa timbul, juga membuat Gunadi ragu. Akan tetapi dorongan gairah-birahi juga selalu membuatnya ingin berbuat nekad. Melihat Gunadi bagai orang bingung seorang saudara misan yang lebih tua pernah menyarankan supaya dicoba saja, daripada nantinya menyesal karena tidak berani melakukan apa yang menjadi keinginan hatinya. Akhirnya dimintanya Diana untuk mau melakukan yang lebih lagi dengan dirinya. Tetapi rupanya untuk Diana hal itu dianggapnya mengandung resiko besar. Maka setiap saat Gunadi meminta, dicobanya untuk menenangkan gelora di hati pemuda itu. Dengan sikap yang setenang mungkin ia menanyakan kepada Gunadi apakah yang telah mereka lakukan belum memuaskan hatinya. Biasanya Gunadi lalu memisalkan tingkat hubungan mereka sekarang seperti orang 'pacaran' saja, sedangkan yang diinginkannya sekarang adalah 'kawinan'nya. Kalau sudah begitu biasanya Diana mulai merayunya untuk kemudian memuaskan hasrat keinginan Gunadi dengan tangan, bibir, lidah, dan seluruh mulutnya. Tentunya tidak berarti Gunadi berhenti menginginkan apa yang diinginkannya itu, tapi untuk yang satu ini ia tidak ingin memaksa Diana.

ADEGAN SUBUH

Tanpa terasa tibalah masa liburan sekolah, dan Gunadi ingin menengo orang-tuanya di kampung. Sepanjang malam sebelum Gunadi berangkat Diana nampak murung. Ketika Gunadi menanyakan apa yang menjadi penyebabnya, Diana hanya mengeluhkan bahwa ia berat untuk melepas Gunadi pergi. Lagi pula ia merasa kuatir kalau ada apa-apa di jalan, terutama mengingat kepadatan jalan dan seringnya turun hujan lebat pada minggu-minggu itu. Gunadi berusaha menenangkan Daissy dengan berjanji akan selalu berhati-hati di perjalanan nanti. Dia juga berjanji untuk kembali secepatnya, demi wanita yang disayanginya itu.

Beberapa saat kemudian, ketika Gunadi sudah terlelap tidur, tiba-tiba terasa olehnya sesuatu yang membuatnya tergugah. Rupanya Diana sudah menyusup kesebelahnya dan memeluk pinggangnya. Wanita itu juga minta di peluk dan diusap-usap, termasuk tentunya 'gerbang kewanitaan' di celah pahanya. Karena rasa kasihan Gunadi memenuhi permintaannya, hingga Diana mencapai klimaks-nya.

Namun ketika seperti biasa Diana ingin melakukan 'layanan cinta'-nya kepada Gunadi, pemuda itu pura-pura menolaknya. Sikapnya itu membuat Diana gemas dan agak kesal, tapi juga kuatir. Dirayunya Gunadi dengan nada merengek, hingga akhirnya pemuda itu menyerah. Ia mau memberi Diana apa yang dimintanya, akan tetapi dengan syarat. Diana terdiam sejenak, sementara Gunadi membiarkannya berpikir sambil mengelus-elus kepalanya. Entah bagaimana akhirnya Diana menyetujuinya juga, bahkan bersedia menyatakan janjinya dengan sungguh-sungguh.

Atas permintaan Diana mereka pindah ke sofa di ruang tamu. Gunadi duduk di atas sofa dan mengarahkan Diana supaya berlutut di depannya. Diana memeluk pinggangnya dan kemudian memulai 'layanan asmara'-nya. Diciumi dan dijilatinya sekujur tubuh pemuda itu, hingga akhirnya iapun tiba di 'selangkangan kejantanan' yang dirindukannya. Ketika Gunadi menyatakan kekagumannya atas kehebatan Diana, yang malam itu dirasanya sangat luar biasa, wanita itu melontarkan senyumannya. Singkat saja ia berkata, … "Biar kamu nggak ngelupain aku, biar kamu cepet balik." Lalu diciumi, dijilati dan diemut-emutnya 'batang' dan 'biji kemaluan' Gunadi dengan bergairah. Sampai-sampai Gunadi mengerang-erang dan sesekali memuji kehebatannya. Mendengar itu semua semakin bersemangat pula Diana melayani pemuda yang disayanginya itu. Sesaat sebelum Gunadi mencapai titik klimaksnya Diana menengadah keatas dan berkata, "Aku mau abisin semua, abis kamu perginya lama sih." Ternyata hal itulah yang kemudian dilakukannya di saat Gunadi mulai melepas semburan 'air mani'-nya. Diana mengatur mulutnya sedemikian rupa, hingga ia dapat terus mengemuti kepunyaan Gunadi yang sedang ber-'ejakulasi.' Setelah itu masih dengan gemas Diana menjilat-jilat 'batang kemaluan' Gunadi.

Tidak lama setelah berakhirnya adegan percintaan mereka, Gunadi harus berangkat ke terminal bis. Terpaksa ia meninggalkan Diana dalam kesendirian dan kesedihannya.

No comments:

Post a Comment